Ahmad Sahroni Jakarta, Kupasonline -- Bendahara Umum Partai NasDem Ahmad Sahroni kecewa terhadap sikap Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen ...
![]() |
Ahmad Sahroni |
Jakarta, Kupasonline -- Bendahara Umum Partai NasDem Ahmad Sahroni kecewa terhadap sikap Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo yang disebut 'rebutan' jatah uang suap terkait kasus Red Notice Djoko Tjandra.
"Ini jelas sangat miris dan memprihatinkan," kata Sahroni kepada wartawan, Senin (2/11/2020)
Sahroni pun mendesak agar sistem dan pengawasan di jajaran aparat penegak hukum perlu diperketat. Ia meminta agar setiap proses apa pun di Kepolisian harus transparan agar mencegah potensi untuk korupsi.
"Jadi menurut saya, sistem dan pengawasannya yang harus diperketat. Semua proses harus transparan dan bisa diawasi publik, sehingga memperkecil celah korupsi," kata Sahroni.
Ia menilai hanya sistem yang bisa mengatasi dan mencegah tindakan dari calon aparat yang nakal. Sebab, menurutnya, sebanyak apa pun oknum yang ditangkap tidak dapat membuat anggota lainnya takut.
"Mau sebanyak apa pun oknum yang ditangkap dan seberat apa pun hukumannya tidak akan membuat calon-calon aparat nakal lainnya takut. Hanya sistem yang bisa mengatasinya," katanya.
Diketahui, jaksa membeberkan bagaimana seorang Irjen Napoleon Bonaparte mendapatkan suap dari Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Bahkan, jaksa turut menyebutkan adanya 'tawar-menawar' dalam proses transaksi haram itu hingga 'rebutan' duit suap antara Brigjen Prasetijo Utomo dengan Irjen Napoleon Bonaparte.
Awalnya Djoko Tjandra, yang berada di Kuala Lumpur, Malaysia, berkeinginan kembali ke Indonesia. Namun rencananya itu terkendala statusnya sebagai buron serta red notice di Interpol dalam perkara pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.
Pada April 2020, Djoko Tjandra pun menyampaikan keresahannya ke seorang kawan bernama Tommy Sumardi, yang berada di Jakarta. Tommy Sumardi kemudian meminta bantuan Brigjen Prasetijo Utomo terkait penghapusan status red notice Djoko Tjandra. Kemudian, Brigjen Prasetijo meneruskan Tommy Sumardi kepada Irjen Napoleon.
Dalam kasus red notice Djoko Tjandra, Irjen Napoleon meminta imbalan Rp 3 miliar melalui Tommy Sumardi. Djoko Tjandra pun memberikan USD 100 ribu ke Tommy Sumardi.
Namun, Brigjen Prasetijo melihat uang yang dibawa Tommy Sumardi kemudian ikut meminta jatah. Ia pun mengambil sebagian jatah uang untuk Irjen Napoleon dari Tommy Sumardi.
Karena jatah uang sudah 'dipotong' Brigjen Prasetijo maka Tommy Sumardi hanya membawa USD 50 ribu untuk Irjen Napoleon. Namun jenderal bintang dua itu menolaknya dan meminta jatah uang lebih besar.
Keesokan harinya, Tommy Sumardi menerima SGD 200 ribu dari Djoko Tjandra yang ditujukan untuk Irjen Napoleon. Beda dari sebelumnya, kini SGD 200 ribu itu, disebut jaksa, diterima Irjen Napoleon.
Dalam kasus ini, Napoleon didakwa menerima suap dengan nilai sekitar Rp 6 miliar dari Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Suap itu diberikan Djoko Tjandra agar Napoleon yang berpangkat Inspektur Jenderal (Irjen) mengupayakan penghapusan status buron.
Sementara, Brigjen Prasetijo didakwa menerima suap USD 150 ribu dari Djoko Tjandra. Jika dirupiahkan uang itu senilai Rp 2,1 miliar. Perbuatan Prasetijo disebut jaksa dilakukan bersama-sama dengan Irjen Napoleon Bonaparte yang kala itu menjabat Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri. (*/dvi)
Sumber : detiknews
COMMENTS