KUPASONLINE.COM - Udara di Kota Gunungsitoli kian memanas, bukan oleh terik matahari, melainkan oleh bara kemarahan publik yang siap meledak.
drama penyelundupan babi ilegal telah merobek kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum dan memicu ancaman aksi demonstrasi besar-besaran
LIMAKORA (Lingkar Masyarakat Kota Gunungsitoli Raya) muncul sebagai garda terdepan. Tujuan mereka jelas: menuntut pertanggungjawaban atas dugaan pembiaran praktik penyelundupan babi yang tak hanya melanggar aturan, tetapi juga mengancam kesehatan dan ekonomi ribuan peternak lokal dengan bayang-bayang virus African Swine Fever (ASF)
"Kami sudah lelah dengan janji-janji dan sikap dingin pemerintah serta aparat penegak hukum," tegas Bung Putra Tanhar, Koordinator Lapangan LIMAKORA, dengan sorot mata tajam
"Surat Walikota jelas melarang impor babi dari luar daerah sejak 31 Agustus 2025. Tapi kenyataannya?
Para oknum pengusaha ini justru semakin berani, bahkan mengangkangi instruksi kepala daerah. Ini bukan lagi soal pelanggaran, ini adalah penghinaan terhadap hukum dan mengabaikan kesehatan masyarakat!"Investigasi mendalam menunjukkan bahwa para pelaku beroperasi dengan modus yang terorganisir rapi. Balai Karantina Sumut bahkan mengonfirmasi taktik licik mereka: truk pengangkut babi ditutup terpal rapat, diselundupkan ke kapal pada menit-menit terakhir sebelum keberangkatan dari Pelabuhan Sibolga. Lebih parah lagi, laporan menyebutkan adanya intimidasi terhadap petugas Dinas Pertanian dan Karantina yang mencoba melakukan pemeriksaan, bahkan nyaris ditabrak truk pengangkut ilegal tersebut.
"Jika ini bukan perbuatan melawan hukum, lalu apa namanya?" sindir Bung Putra Tanhar. "Surat Walikota dilanggar, UU Karantina dilanggar, aparat dipermalukan, tapi pelaku masih bebas berkeliaran. Inilah tragedi penegakan hukum di Nias, hukum hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas!"
Bung Notatema Lase, seorang Penggiat Sosial dan Aktivis Senior, tak kalah pedas mengkritik.
Editor : Sri Agustini