OJK Sebut 200 Mahasiswa Baru UIN Solo Teregistrasi di Paylater, Kok Bisa?

×

OJK Sebut 200 Mahasiswa Baru UIN Solo Teregistrasi di Paylater, Kok Bisa?

Bagikan berita
Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Solo. (Foto: Uinsaid)
Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Solo. (Foto: Uinsaid)

KUPASONLINE.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut bahwa mahasiswa baru (Maba) Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Solo teregistrasi Paylater.Sampai saat ini, OJK terus menyelidiki isu seputar pelaksanaan Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) di UIN Raden Mas Said Solo.

Dalam acara PBAK tersebut, Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) sebagai panitia telah menjalin kerja sama dengan pihak ketiga.Akibatnya, mahasiswa baru diminta untuk mengunduh aplikasi pinjaman online (pinjol) dan melakukan registrasi.

Kepala OJK Solo, Eko Yulianto, baru-baru ini mengungkap fakta baru. Ia menjelaskan bahwa tim dari kantor pusat OJK telah berinteraksi dengan beberapa mahasiswa baru yang berhasil mendaftar."Jadi dari hasil data yang diperoleh memang seperti apa yang disampaikan oleh Kepala Deputi Pengawasan Perilaku kantor pusat, bahwa itu memang bukan registrasi pinjol, tapi registrasi di paylater," kata Eko dikutip detik.

OJK menemukan bahwa sekitar 200 mahasiswa telah terdaftar dalam layanan paylater ini. Para mahasiswa ini telah mendapatkan akses ke batas kredit tertentu."Sekitar 200 mahasiswa teregistrasi. Jadi memang masing-masing sudah mendapat platform antara Rp 100 ribu sampai dengan Rp 300 ribu," ucapnya.

Selain itu, lebih dari 1.200 mahasiswa baru telah membuka rekening di bank sebagai bagian dari upaya inklusi keuangan. Eko menjelaskan bahwa ini bukanlah hal yang dikhawatirkan.Mengenai kerja sama antara Dema dan pihak ketiga, Eko menjelaskan bahwa pihak ketiga ini baru saja bekerja sama dengan Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK), meskipun belum terlalu diminati oleh mahasiswa.

"Sebenarnya dari kami itu nggak pas juga, kalau mahasiswa tadi yang notabene belum berpenghasilan karena masih mengandalkan dari orang tua. Tapi katakanlah sudah dibukakan credit line, yang memiliki platform seperti itu. Harusnya melihat kemampuan, apakah mahasiswa itu mampu. Tapi kan nanti akan mempengaruhi kemampuan keuangan dari yang bersangkutan," ujarnya.OJK telah mengeluarkan peraturan kepada PUJK untuk tidak menggunakan metode pemaksaan dalam mencari nasabah.

Yang diizinkan adalah memberikan edukasi dan literasi keuangan. Selain memiliki dampak positif, pendekatan ini juga memiliki potensi dampak negatif.Dampak positifnya adalah memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk menabung dan mempermudah pembayaran, seperti SPP.

Namun, menurut Eko, dampak negatifnya adalah mahasiswa mungkin belum memerlukan layanan ini dan malah bisa mendorong perilaku konsumtif."Kalau berdasarkan data kami diperoleh misalnya ada kesalahan yang dilakukan oleh PUJK, tentunya OJK bisa menindaklanjuti sesuai kewenangannya. Misal memberi teguran atau pembinaan," tutupnya. (*)

Editor : Sri Agustini
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Terkini