Penyebab Kematian Harimau yang Terjerat di Pasaman Alami Hipoksia Akut

×

Penyebab Kematian Harimau yang Terjerat di Pasaman Alami Hipoksia Akut

Bagikan berita
Tim BKSDA Sumbar melakukan pemeriksaan terhadap Harimau Sumatera yang terkena jerat babi di Pasaman (Foto: BKSDA Sumbar)
Tim BKSDA Sumbar melakukan pemeriksaan terhadap Harimau Sumatera yang terkena jerat babi di Pasaman (Foto: BKSDA Sumbar)

KUPASONLINE.COM - Balai Konvervasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar merilis hasil nekropsi (autopsi) terhadap seekor Harimau Sumatera yang mati akibat terperangkap jeratan babi di Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat (Sumbar).Ardi Andono, Kepala BKSDA Sumbar mengatakan autopsi dilakukan agar mengetahui penyebab kematian hewan yang dilindungi tersebut.

Hasil nekropsi menunjukkan adanya pendarahan pada rongga dada, paru-paru, dan leher, serta terpapar panas matahari yang sangat tinggi dan mengalami hipoksia akut, ungkap Ardi melalui keterangan tertulisnya.Ia juga mengungkapkan, sejumlah luka yang dialami oleh Harimau tersebut disebabkan karena jeratan yang melilit leher, dada, hingga kepala yang menyebabkan terganggunya sistem pernafasan dan mengakibatkan metabolisme hewan tidak bekerja dengan sempurna.

Kurangnya kadar oksigen pada tubuh menyebabkan jantung bekerja lebih berat untuk memompa darah ke seluruh tubuh sebagai dampak dari jeratan.Hal ini dapat dilihat dari jantung yang mengalami pembengkakan. Gangguan menurunnya kadar oksigen dalam tubuh dapat terlihat dari mata dan kulit bagian dalam (mukosa) yang berwarna biru hingga berakumulasi menjadi penyebab kematian, katanya.

Selanjutnya, terkait stres panas, panas yang berlebihan yang dirasakan oleh tubuh Harimau dan kurangnya oksigen dalam tubuh menyebabkan kematian.Tim dokter melakukan nekropsi sekitar satu jam dan setelah selesai tubuh satwa dikubur sesuai tata laksana penanganan satwa mati dan pada lokasi yang aman dari gangguan, tuturnya.

Untuk itu masyarakat dihimbau agar tidak melakukan pemasangan jerat untuk hewan dengan alasan apapun, karena tindakan tersebut dapat membahayakan satwa yang dilindungi, dan pelaku dapat dikenakan sanksi berdasarkan Undang-undang (UU) nomor 5 tahun 1990 pasal 40 tentang Konvervasi Sumber Daya dan Ekosistemnya (KSDAE). (wda)

Editor : Sri Agustini
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Terkini