WALHI Babel Prihatin TI Rajuk Sampur Masih Beroperasi

×

WALHI Babel Prihatin TI Rajuk Sampur Masih Beroperasi

Bagikan berita
WALHI Babel Prihatin TI Rajuk Sampur Masih Beroperasi
WALHI Babel Prihatin TI Rajuk Sampur Masih Beroperasi


Sebagai contoh di Babel, terkait aktivitas tambang timah dilaut, bagaimana dengan proses penyusunan awal Amdal, Izin Lingkungan dan juga terkait pencemaran dan pengelolaan limbah yang dihasilkan dari aktivitas tambang laut yang selama ini telah memberikan dampak nyata terganggunya ekosistem, kedaulatan pangan pesisir, konflik sosial dan kriminalisasi nelayan yang menyelamatkan ruang hidup dan sumber penghidupannya. 


Begitupun dengan kewajiban reklamasi dan pasca tambang sebagaimana diatur PP Nomor 78 Tahun 2010. Siapa yang mengawasi dan bagaimana pertanggungjawaban korporasi? harus ada kepastian hukum.


Dari konflik sosial yang selama ini terus terjadi diwilayah pesisir, dari proses awal penyusunan Amdal, Izin Lingkungan dan hingga terbitnya IUP tambang patut diduga tanpa melalui proses FPIC (Free, Prior, Informed and Concent) yaitu persetujuan masyarakat tanpa adanya paksaan dimana masyarakat berhak menentukan apakah suatu proyek pembangunan dapat dilaksanakan atau ditolak atau masyarakat menentukan syarat-syarat untuk pelaksanaan proyek tersebut melalui pengambilan keputusan melalui musyawarah.  


Dari awal pembahasan terkait revisi atas UU Nomor 4 Tahun 2009 menjadi UU Nomor 3 Tahun 2020, WALHI dan organisasi masyarakat sipil lainnya menolak secara tegas perubahan-perubahan tersebut karena akan berdampak pada keselamatan rakyat dan lingkungan, dan hanya akan memperkuat ruang oligarki korporasi tambang. 


"Dan kita ketahui bersama, dalam perkembangannya UU Nomor 3 Tahun 2020 ini kan tersubordinasi lagi oleh UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 yang ditolak secara luas oleh masyarakat sampai hari ini," ungkap Jessix.

Editor : Sri Agustini
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Terkini